Israel
Israel (bahasa Ibrani[1] מדינת ישראל Medinat Yisra‘el, Arab دولة إسرائيل Dawlat Isrā'īl) adalah sebuah negara di Timur Tengah[2] yang dikelilingi Laut Tengah, Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir dan gurun pasir Sinai. Selain itu dikelilingi pula dua
daerah Otoritas Nasional Palestina[3]: Jalur
Gaza dan Tepi Barat. Dengan populasi sebesar 7,28 juta jiwa, Israel
merupakan satu-satunya negara Yahudi di dunia. Selain itu, terdapat pula beberapa kelompok etnis minoritas lainnya, meliputi etnis Arab yang
berkewarganegaraan Israel, beserta kelompok-kelompok keagamaan lainnya seperti Muslim, Kristen, Druze, Samaritan, dan lain-lain.
Pendirian
negara modern Israel berakar dari konsep Tanah Israel (Eretz Yisrael), sebuah konsep pusat Yudaisme[4] sejak zaman kuno, yang juga merupakan pusat wilayah Kerajaan Yehuda kuno. Setelah Perang Dunia I, Liga
Bangsa-Bangsa menyetujui dijadikannya Mandat Britania atas Palestina[5] sebagai "negara orang Yahudi". Pada tahun
1947, PBB menyetujui Pembagian Palestina
menjadi dua negara, yaitu satu negara Yahudi dan satu negara Arab. Pada 14 Mei 1948, Israel memproklamasikan kemerdekaannya dan ini segera diikuti oleh peperangan dengan
negara-negara Arab di sekitarnya yang menolak rencana pembagian ini. Israel
kemudian memenangkan
perang ini dan mengukuhkan kemerdekaannya. Akibat perang
ini pula, Israel berhasil memperluas batas wilayah negaranya melebihi batas
wilayah yang ditentukan oleh Rencana Pembagian Palestina. Sejak saat itu,
Israel terus menerus berseteru dengan negara-negara Arab tetangga, menyebabkan
peperangan dan kekerasan yang berlanjut sampai saat ini.[5] Sejak awal pembentukan Negara Israel, batas negara
Israel beserta hak Israel untuk berdiri telah dipertentangkan oleh banyak
pihak, terutama oleh negara Arab dan para pengungsi Palestina. Israel telah
menandatangani perjanjian damai dengan Mesir dan Yordania, namun usaha perdamaian antara Palestina dan Israel sampai sekarang belum berhasil.
Israel
merupakan negara demokrasi dengan sistem
pemerintahan parlementer[6] dan hak pilih universal. Perdana
Menteri Israel menjabat sebagai kepala
pemerintahan dan Knesset bertugas sebagai badan legislatif Israel. Dalam hal produk
domestik bruto, ekonomi negara ini menduduki peringkat
ke-44 di dunia. Israel memiliki peringkat Indeks Pembangunan Manusia, kebebasan pers, dan daya saing ekonomi yang tertinggi dibandingkan
dengan negara-negara Arab di sekitarnya. Menurut hukum negara Israel, ibukota
Israel adalah Yerusalem[7]. Walaupun demikian badan PBB dan kebanyakan negara di
dunia tidak mengakuinya.
Selama
lebih dari tiga ribu tahun, nama "Israel" memiliki pengertian umum
dan religi sebagai Tanah Israel ataupun keseluruhan negara Yahudi. Menurut Alkitab, Yakub dinamai Israel setelah berhasil bergumul dengan seorang
malaikat Tuhan.
Berdasarkan
penemuan artefak arkeologi, nama "Israel" (selain sebagai nama
pribadi) paling awal disebutkan di prasasti Merneptah Mesir
kuno (sekitar akhir abad ke-13 SM). Pada prasasti tersebut nama "Israel" itu
sendiri merujuk kepada sekelompok orang yang berasal dari tanah tertentu.
Negara modern Israel dinamakan Medinat Yisrael, yang artinya
"Negara Israel". Selain itu, terdapat pula nama-nama lain yang
digagaskan, meliputi Eretz Israel ("Tanah Israel"), Zion, dan Judea , namun semuanya ditolak. Dalam Bahasa
Inggris, warga negara/orang Israel disebut sebagai Israeli. Istilah
tersebut dipilih oleh pemerintah Israel pada awal kemerdekaannya. Hal ini
secara resmi diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Israel saat itu, Moshe Sharett.
Peta wilayah
Kerajaan-kerajaan Israel kuno
Tanah Israel, yang dikenal dalam bahasa Ibrani sebagai Eretz
Yisrael, merupakan tanah suci orang Yahudi. Menurut kitab Taurat, Tanah Israel dijanjikan kepada tiga Patriark Yahudi oleh Tuhan sebagai tanah air mereka[17][18]. Pada cendekiawan memperkirakan periode ini ada pada
milenium ke-2 SM.[19] Menurut pandangan tradisional, sekitar abad ke-11 SM,
beberapa kerajaan dan negara Israel didirikan disekitar Tanah Israel;
Kerajaan-kerajaan dan negara-negara ini memerintah selama seribu tahun ke
depan.[20]
Antara
periode Kerajaan-kerajaan Israel dan penaklukan Muslim abad ke-7, Tanah Israel jatuh di bawah pemerintahan Asiria, Babilonia, Persia, Yunani, Romawi, Sassania, dan Bizantium.[21] Keberadaan orang Yahudi di wilayah tersebut berkurang
drastis setelah kegagalan Perang Bar
Kokhba melawan Kekaisaran
Romawi pada tahun 132, menyebabkan pengusiran
besar-besaran Yahudi. Pada tahun 628/9, Kaisar Bizantium Heraklius memerintahkan pembantaian dan pengusiran orang-orang
Yahudi, mengakibatkan populasi Yahudi menurun lebih jauh. Walau demikian, terdapat
sekelompok kecil populasi Yahudi yang masih menetap di tanah Israel. Tanah
Israel direbut dari Kekaisaran
Bizantium sekitar tahun 636 oleh penakluk muslim. Selama
lebih dari enam abad, kontrol wilayah tersebut berada di bawah kontrol Umayyah,[22] Abbasiyah,[23] dan Tentara Salib
sebelum jatuh di bawah Kesulatanan Mameluk pada tahun 1260. Pada tahun 1516, Tanah Israel menjadi
bagian dari Kesultanan
Utsmaniyah, yang memerintah wilayah tersebut sampai
pada abad ke-20.[24]
Orang-orang
Yahudi yang berdiaspora telah lama bercita-cita untuk kembali ke Zion dan Tanah Israel.[25] Harapan dan kerinduan tersebut tercatat pada Alkitab[26] dan merupakan tema pusat pada buku doa Yahudi. Pada permulaan abad ke-12, penindasan Yahudi oleh Katolik mendorong perpindahan orang-orang Yahudi Eropa ke Tanah Suci dan meningkatkan jumlah populasi Yahudi setelah
pengusiran orang Yahudi dari Spanyol pada tahun 1492.[27] Selama abad ke-16, komunitas-komunitas besar Yahudi
kebanyakan berpusat pada Empat Kota Suci Yahudi, yaitu Yerusalem, Hebron, Tiberias, dan Safed. Pada pertengahan kedua abad ke-18, keseluruhan
komunitas Hasidut yang berasal dari Eropa Timur telah berpindah ke Tanah
Suci.[28]
Theodor
Herzl, penggagas Negara Yahudi, pada tahun 1901.
Imigrasi
dalam skala besar, dikenal sebagai Aliyah Pertama (Bahasa Ibrani: עלייה), di
mulai pada tahun 1881, yakni pada saat orang-orang Yahudi melarikan diri dari pogrom di Eropa Timur.[29] Manakala gerakan Zionisme telah ada sejak dahulu kala, Theodor Herzl merupakan orang Yahudi pertama yang mendirikan gerakan
politik Zionisme,[30] yakni gerakan yang bertujuan mendirikan negara Yahudi di
Tanah Israel.[31] Pada tahun 1896, Herzl menerbitkan buku Der Judenstaat (Negara Yahudi), memaparkan visinya tentang
negara masa depan Yahudi; Tahun berikutnya ia kemudian mengetuai Kongres Zionis Dunia pertama.[32]
Aliyah Kedua (1904–1914) dimulai setelah terjadinya pogrom Kishinev. Sekitar 40.000 orang Yahudi kemudian berpindah ke
Palestina.[29] Baik gelombang pertama dan kedua migrasi tersebut
utamanya adalah Yahudi
Ortodoks,[33] namun pada Aliyah Kedua ini juga meliputi
pelopor-pelopor gerakan kibbutz.[34] Selama Perang Dunia I, Menteri Luar Negeri Britania Arthur Balfour mengeluarkan pernyataan yang dikenal sebagai Deklarasi
Balfour, yaitu deklarasi yang mendukung pendirian
negara Yahudi di tanah Palestina. Atas permintaan Edwin Samuel Montagu dan Lord Curzon, disisipkan pula pernyataan "it being clearly
understood that nothing shall be done which may prejudice the civil and
religious rights of existing non-Jewish communities in Palestine, or the rights
and political status enjoyed by Jews in any other country".[35] Legiun Yahudi, sekelompok batalion yang terdiri dari
sukarelawan-sukarelawan Zionis, kemudian membantu Britania menaklukkan Palestina.
Oposisi Arab terhadap rencana ini berujung pada Kerusuhan
Palestina 1920 dan pembentukan organisasi Yahudi yang
dikenal sebagai Haganah (dalam Bahasa Ibrani artinya "Pertahanan").[36]
Pada
tahun 1922, Liga
Bangsa-Bangsa mempercayakan mandat atas Palestina kepada Britania Raya.[37] Populasi wilayah ini pada saat itu secara dominan
merupakan Arab muslim, sedangkan pada wilayah perkotaan seperti Yerusalem,
secara dominan merupakan Yahudi.[38]
Imigrasi
Yahudi berlanjut dengan Aliyah Ketiga (1919–1923) dan Aliyah Keempat (1924–1929), secara keseluruhan membawa 100.000 orang
Yahudi ke Palestina.[29] Setelah terjadinya kerusuhan Jaffa, Britania membatasi imigrasi Yahudi, dan wilayah yang
ditujukan sebagai negara Yahudi dialokasikan di Transyordania.[39] Meningkatnya gerakan Nazi pada tahun 1930 menyebabkan Aliyah kelima (1929-1939) dengan masukknya seperempat juta orang Yahudi
ke Palestina. Gelombang masuknya Yahudi secara besar-besaran ini menimbulkan Pemberontakan
Arab di Palestina 1936-1939, memaksa Britania
membatasi imigrasi dengan mengeluarkan Buku Putih 1939. Sebagai reaksi atas penolakan negara-negara di dunia
yang menolak menerima pengungsi Yahudi yang melarikan diri dari Holocaust, dibentuklah gerakan bawah tanah yang dikenal sebagai Aliyah Bet yang bertujuan untuk membawa orang-orang Yahudi ke
Palestina.[29] Pada akhir Perang Dunia II, jumlah populasi orang Yahudi telah mencapai 33%
populasi Palestina, meningkat drastis dari sebelumnya yang hanya 11% pada tahun
1922.[40]
David Ben-Gurion memproklamasikan kemerdekaan Israel dari Britania Raya
pada 14 Mei 1948 di bawah potret Theodor Herzl
Setelah
1945, Britania Raya menjadi terlibat dalam konflik
kekerasan dengan Yahudi.[41] Pada tahun 1947, pemerintah Britania menarik diri dari Mandat Palestina, menyatakan bahwa Britania tidak dapat mencapai solusi
yang diterima baik oleh orang Arab maupun Yahudi.[42] Badan PBB yang baru saja dibentuk kemudian menyetujui Rencana Pembagian PBB (Resolusi Majelis Umum PBB 18) pada 29 November 1947.
Rencana pembagian ini membagia Palestina menjadi dua negara, satu negara Arab,
dan satu negara Yahudi. Yerusalem ditujukan sebagai kota Internasional – corpus separatum – yang diadministrasi oleh PBB untuk menghindari
konflik status kota tersebut.[43] Komunitas Yahudi menerima rencana tersebut,[44] tetapi Liga Arab dan Komite Tinggi Arab menolaknya atas alasan kaum Yahudi mendapat 55% dari
seluruh wilayah tanah meskipun hanya merupakan 30% dari seluruh penduduk di
daerah ini.[45] Pada 1 Desember 1947, Komite Tinggi Arab mendeklarasikan
pemogokan selama 3 hari, dan kelompok-kelompok Arab mulai menyerang target-target
Yahudi. Perang saudara dimulai ketika kaum Yahudi yang mula-mulanya bersifat
defensif perlahan-lahan menjadi ofensif. Ekonomi warga Arab-Palestina runtuh
dan sekitar 250.000 warga Arab-Palestina diusir ataupun melarikan diri.[46]
Pada
14 Mei 1948, sehari sebelum akhir Mandat Britania, Agensi Yahudi memproklamasikan kemerdekaan dan menamakan negara yang
didirikan tersebut sebagai "Israel". Sehari kemudian, gabungan lima
negara Arab – Mesir, Suriah, Yordania, Lebanon dan Irak –menyerang
Israel, menimbulkan Perang
Arab-Israel 1948.[47] Maroko, Sudan, Yemen dan Arab Saudi juga membantu
mengirimkan pasukan. Setelah satu tahun pertempuran, genjatan senjata
dideklarasikan dan batas wilayah sementara yang dikenal
sebagai Garis Hijau ditentukan. Yordania kemudian menganeksasi wilayah
yang dikenal sebagai Tepi
Barat dan Yerusalem Timur, sedangkan Mesir mengontrol Jalur Gaza. Israel kemudian diterima sebagai anggota PBB pada
tanggal 11 Mei 1949.[48] Selama konflik ini, sekitar 711.000 orang Arab Palestina
(80% populasi Arab) mengungsi keluar Palestina.[49]
Peta rencana pembagian
Palestina. Daerah berwarna jingga merupakan wilayah negara Yahudi, sedangkan daerah
berwarna kuning merupakan wilayah negara Arab
Pada
masa-masa awal kemerdekannya, gerakan Zionisme buruh yang dipimpin oleh Perdana Menteri David Ben-Gurion mendominasi politik Israel.[50][51] Tahun-tahun ini ditandai dengan imigrasi massal para
korban yang selamat dari Holocaust dan orang-orang Yahudi yang diusir dari tanah Arab.
Populasi Israel meningkat dari 800.000 menjadi 2.000.000 dalam jangka waktu
sepuluh tahun antara 1948 sampai dengan 1958.[52] Kebanyakan pengungsi tersebut ditempatkan di
perkemahan-perkemahan yang dikenal sebagai ma'abarot. Sampai tahun 1952, 200.000 imigran bertempat tingal di
kota kemah ini. Adanya desakan untuk menyelesaikan krisis ini memaksa
Ben-Gurion menandatangani perjanjian antara Jerman Barat dengan Israel.
Perjanjian ini menimbulkan protes besar kaum Yahudi yang tidak setuju Israel
berhubungan dengan Jerman.[53]
Selama
tahun 1950-an, Israel terus menerus diserang oleh militan Palestina yang
kebanyakan berasal dari Jalur
Gaza yang diduduki oleh Mesir.[54] Pada tahun 1956, Israel bergabung ke dalam sebuah aliansi rahasia bersama dengan Britania Raya dan Perancis, yang betujuan untuk merebut kembali Terusan Suez yang sebelumnya telah dinasionalisasi oleh Mesir (lihat Krisis Suez). Walaupun berhasil merebut Semenanjung
Sinai, Israel dipaksa untuk mundur atas tekanan
dari Amerika
Serikat dan Uni Soviet sebagai ganti atas jaminan hak pelayaran Israel di Laut Merah dan Terusan Suez.[55]
Pada
permulaan dekade selanjutnya, Israel berhasil menangkap dan mengadili Adolf Eichmann, seorang penggagas utama Solusi Akhir yang bersembunyi di Argentina.[56] Peradilan ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kepedulian publik terhadap Holocaust,[57] dan sampai sekarang Eichmann merupakan satu-satunya
orang yang dieksekusi oleh Israel[58] walaupun John Demjanjuk juga dijatuhi hukuman mati sebelum kemudian putusan
tersebut dibalikkan oleh Mahkamah Agung Israel[59].
Negara-negara
Arab selama bertahun-tahun menolak hak Israel untuk berdiri. Nasionalisme Arab yang dipimpin oleh Nasser menyerukan penghancuran negara Israel.[60] Pada tahun 1967, Mesir, Suriah, dan Yordania menutup
perbatasannya dengan Israel dan mengusir pasukan perdamaian
PBB keluar dari wilayah tersebut serta
memblokade akses Israel terhadap Laut Merah. Israel kemudian melancarkan serangan terhadap pangkalan
angkatan udara Mesir karena takut akan terjadinya invasi oleh Mesir. Hal ini
kemudian berujung pada Perang Enam Hari yang kemudian dimenangkan oleh Israel. Pada perang ini,
Israel berhasil merebut Tepi
Barat, Jalur Gaza, Semenanjung
Sinai, dan Dataran
Tinggi Golan.[61] Garis Hijau menjadi penanda batas antara wilayah
administrasi Israel dengan Wilayah
pendudukan Israel. Batas wilayah Yerusalem juga diperluas dengan memasukkan wilayah Yerusalem Timur. Sebuah undang-undang yang mengesahkan pemasukan wilayah
ini kemudian ditetapkan. Hal ini kemudian berujung pada Resolusi Dewan Keamanan
PBB 478 yang menyatakan bahwa penetapan ini tidak sah dan melanggar hukum
internasional.
Kegagalan
negara-negara Arab pada perang tahun 1967 kemudian menyebabkan tumbuhnya
gerakan kemerdekaan Palestina oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).[62][63] Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, beberapa kelompok
militer Palestina melancarkan berbagai gelombang serangan[64] terhadap warga-warga Israel di seluruh dunia,[65] termasuk pula pembunuhan
atlet-atlet Israel pada Olimpiade
München 1972. Israel membalas aksi tersebut dengan
melancarkan Operasi Wrath of God (Kemarahan Tuhan). Pada operasi ini, orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap peristiwa München ini dilacak dan dibunuh.[66]
Pada
hari Yom Kippur 6 Oktober 1973 yang merupakan hari suci Yahudi, pasukan
Mesir dan Suriah melancarkan
serangan mendadak terhadap Israel. Perang tersebut berakhir
pada tanggal 26 Oktober dengan Israel berhasil memukul balik pasukan Mesir dan
Suriah. Walaupun demikian perang ini dianggap sebagai kekalahan Israel.[67] Sebuah komisi yang dibentuk untuk menginvestigasi perang ini
membebaskan pemerintah Israel dari tanggung jawab. Namun kemarahan publik
Israel pada akhirnya memaksa Perdana Menteri Golda Meir untuk mengundurkan diri.
Pemilihan
Knesset 1977 menandai terjadinya titik balik dalam sejarah perpolitikan Israel.
Pada pemilihan ini, Menachem
Begin yang berasal dari partai Likud mengambil alih kontrol pemerintahan dari Partai
Buruh Israel.[68] Pada tahun itu pula, Presiden Mesir Anwar El Sadat melakukan kunjungan ke Israel dan mengucapkan pidato di
depan Knesset. Aksi ini dilihat sebagai pengakuan kedaulatan Israel
yang pertama oleh negara Arab.[69] Dua tahun kemudian, Sadat dan Menachem Begin menandatangani Persetujuan Camp David dan Perjanjian Damai
Israel-Mesir.[70] Israel menarik mundur pasukannya dari semenanjung Sinai
dan setuju untuk bernegosiasi membahas otonomi warga Palestina yang berada di
luar Garis Hijau. Namun, rencana tersebut tidak pernah diimplementasi.
Pemerintahan Begin mendukung warga Israel untuk bermukim di Tepi Barat, mengakibatkan konflik dengan warga Palestina di daerah
tersebut.
Pada
tanggal 7 Juni 1981, Israel membombardir reaktor nuklir Osirak milik Irak pada Operasi Opera. Badan intelijen Israel, Mossad, mencurigai reaktor nuklir tersebut akan digunakan Irak
untuk mengembangkan senjata nuklir. Pada tahun 1982, Israel melakukan
intervensi pada Perang Saudara Lebanon untuk menghancurkan basis-basis serangan Organisasi Pembebasan Palestina di Israel Utara. Intervensi ini kemudian berkembang
menjadi Perang
Lebanon Pertama.[71] Israel menarik pasukannya dari Lebanon pada tahun 1986. Intifada Pertama yang merupakan perlawanan rakyat Palestina terhadap
pemerintahan Israel[72] terjadi pada tahun 1987, menyebabkan terjadinya
kekerasan di daerah pendudukan Israel. Selama 6 tahun berikutnya, lebih dari
seribu orang tewas, kebanyakan merupakan korban kekerasan internal warga
Palestina.[73] Selama Perang Teluk 1991, PLO dan kebanyakan warga Palestina mendukung Saddam Hussen dan Irak dalam melancarkan serangan misil terhadap
Israel.[74][75]
Yitzhak
Rabin dan Yasser Arafat berjabat tangan ,dipantau oleh Bill Clinton, pada penandatanganan Persetujuan Oslo pada 13 September 1993
Pada
tahun 1992, Yitzhak
Rabin menjadi Perdana Menteri Israel setelah memenangkan
pemilihan umum legislatif Israel 1992. Yitzhak Rabin dan partainya mendukung adanya kompromi dengan
tetangga-tetangga Israel.[76][77] Setahun kemudian, Shimon Peres dan Mahmoud Abbas, sebagai wakil Israel dan PLO, menandatangani Persetujuan Oslo. Persetujuan ini memberikan Otoritas Nasional Palestina hak untuk memerintah di Tepi Barat dan Jalur Gaza.[78] Selain itu, juga dinyatakan pula pengakuan hak Israel
untuk berdiri dan menyerukan berakhirnya terorisme.[79] Pada tahun 1994, Perjanjian Damai
Israel-Yordania ditandatangani, membuat Yordania menjadi
negara Arab kedua yang melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.[80]
Dukungan
publik Arab terhadap persetujuan ini menurun setelah terjadinya peristiwa
pembantaian umat muslim yang sedang bersembahyang di Masjid Ibrahimi oleh
sekelompok ekstremis gerakan Kach. Selain itu, pemukiman
warga Israel di daerah pendudukan yang masih berlanjut, serta menurunnya
kondisi ekonomi Palestina juga menurunkan dukungan publik Arab. Dukungan publik
Israel terhadap persetujuan ini juga berkurang setelah terjadinya rentetan
kasus bom
bunuh diri yang dilakukan oleh hamas. Pembunuhan
Yitzhak Rabin yang dilakukan oleh esktremis Yahudi ketika
ia sedang meninggalkan sebuah pawai yang mendukung perdamaian dengan Palestina
mengejutkan seluruh negeri.
Pada
akhir 1990-an, Israel yang dipimpin oleh Benjamin
Netanyahu menarik mundur pasukannya dari Hebron[81] dan menandatangai Memorandum Sungai Wye. Memorandum tersebut memberikan Otoritas Nasional
Palestina kontrol yang lebih luas.[82]
Ehud Barak yang merupakan Perdana Menteri terpilih pada pemilihan
tahun 1999 memulai pemerintahannya dengan menarik mundur pasukan Israel dari
Lebanon Selatan dan melakukan negosiasi dengan Ketua Otoritas Palestina Yasser Arafat dan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton pada Pertemuan Camp David bulan Juli tahun 2000. Dalam pertemuan itu, Barak
menawarkan rencana pendirian Negara Palestina, namun Yasser Arafat menolak tawaran tersebut.[83] After the collapse of the talks, the Second Intifada began.
Ariel Sharon menjadi Perdana Menteri Israel yang baru setelah
memenangi pemilihan tahun 2001. Pada masa pemerintahannya, Sharon secara
sepihak menarik muncur pasukan Israel dari Jalur Gaza dan membangun dinding
pemisah di perbatasan Tepi
Barat.[84] Pada Januari 2006, setelah Ariel Sharon menderita strok
berat dan berada dalam keadaan koma, kekuasaannya digantikan oleh Ehud Olmert.
Pada
bulan Juli tahun 2006, serangan Hezbollah ke Israel Utara beserta penculikan dua tentara Israel
memicu terjadinya Perang Lebanon Kedua.[85][86] Peperangan ini diakhiri dengan gencatan senjata yang
disponsori oleh Dewan Keamanan PBB dengan mengeluarkan Resolusi PBB 1701.
Pada
akhir Desember 2008, gencatan senjata antara Hamas dengan Israel berakhir setelah adanya serangan roket
yang diluncurkan oleh Hamas. Israel merespon serangan tersebut dengan serangan udara.[87] Pada tanggal 3 Januari 2009, pasukan Israel memasuki
kota Gaza dan memulai serangan darat.[88] Pada tanggal 17 Januari 2009, Israel mengumumkan
gencatan senjata secara sepihak dengan syarat dihentikannya serangan roket dan
mortir. Hal ini kemudian diikuti oleh Hamas yang juga mengumumkan gencatan
senjata dengan syarat ditariknya pasukan Israel dari Gaza serta dibukanya
kembali perbatasan.
Sampai
sekarang Indonesia belum mengakui kedaulatan Israel. Tetapi kedaulatan
Palestina diakui meskipun daerahnya belum pasti. Mantan presiden RI Abdurrahman
Wahid (1999-2001) sempat berencana akan mengakui
kedaulatan Israel dan membuka hubungan diplomatik. Berbeda dengan Presiden RI
(2004-2009), Susilo Bambang Yudhoyono, yang
menyatakan tidak akan membuka hubungan dengan Israel sebelum masalah Palestina
dipecahkan dan pendudukan Israel atas Palestina diakhiri.
מדינת ישראל
(Medīnat Yisra'el) دولة إسرائيل (Dawlat Isrā'īl) Israel |
|
Bendera Lambang
|
|
Motto
|
-
|
Lagu Kebangsaan
|
Hatikyah
|
Proklamasi
|
Dari Mandat Liga Bangsa-bangsa yang
dijalankan olh Britania Raya pada 14 Mei 1948
|
Luas
Total
|
|
~2%
|
|
perk. 2006
|
|
Sensus 2003
|
6.780.000
|
Kepadatan
(Penduduk)
|
|
perk. 2005
|
|
Total
|
|
Mata
Uang
|
Shekel
|
Zona
waktu
|
UTC
+2
|
[1]
Bahasa Ibrani adalah sebuah bahasa Semitik, dari cabang rumpun bahasa Afro-Asia, yang merupakan bahasa resmi Israel dan dituturkan sebagian orang
Yahudi di
seluruh dunia. Selama 2.500 tahun,
bahasa Ibrani hanya dipakai untuk mempelajari Alkitab dan Mishnah saja, ritual, dan doa-doa. Bisa dikatakan bahasa ini merupakan bahasa
liturgis saja,
mungkin bahkan sebuah bahasa mati. Tetapi pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20,
bahasa ini lahir kembali menjadi sebuah bahasa sejati dengan para penuturnya.
Bahasa ini lalu menggantikan bahasa
Arab, bahasa
Ladino, bahasa
Yiddish dan lain
sebagainya sebagai bahasa utama kaum Yahudi sedunia dan di negara Israel kemudian hari. Bahasa Ibrani merupakan salah
satu dari dua bahasa resmi Israel. Bahasa resmi lainnya adalah bahasa
Arab. Dalam
bahasa Ibrani sendiri, bahasa ini disebut עברית, atau I'vrit (lafaz: [ivr\it] atau [ibr\it]). Bahasa Ibrani
mirip sekali dengan bahasa Aram dan juga masih mirip dengan bahasa
Arab. Bahkan
kosakata Ibrani modern, banyak pula meminjam dari bahasa Arab.
[2] Timur
Tengah adalah sebuah wilayah yang secara politis dan budaya
merupakan bagian dari benua Asia,
atau Afrika-Eurasia.
Pusat dari wilayah ini adalah daratan di antara Laut Mediterania
dan Teluk
Persia serta wilayah yang memanjang dari Anatolia, Jazirah Arab
dan Semenanjung
Sinai. Kadangkala disebutkan juga area tersebut meliputi
wilayah dari Afrika
Utara di sebelah barat sampai dengan Pakistan di
sebelah timur dan Kaukasus
dan/atau Asia Tengah di
sebelah utara. Media dan beberapa organisasi
internasional (seperti PBB) umumnya menganggap wilayah Timur Tengah
adalah wilayah Asia
Barat Daya (termasuk Siprus dan Iran) ditambah dengan Mesir.
[3]
Otoritas Nasional Palestina (bahasa
Arab: السلطة الوطنية الفلسطينية As-Sulthah
al-Wathaniyyah al-Filastiniyyah bahasa
Ibrani: הרשות הפלסטינית Harashut
Hafalastinit) adalah sebuah organisasi pemerintahan sementara yang
memerintah sebagian dari Tepi
Barat dan
seluruh Jalur Gaza. Organisasi ini dibentuk pada 1994 setelah penandatangan Persetujuan
Oslo antara PLO dengan Israel. Otoritas Nasional Palestina saat ini
dipimpin Presiden Abdul Aziz
Duwaik dari
faksi Hamas dan Perdana Menteri Ismail
Haniya dari
faksi Hamas. Belum ada stabilitas politik karena Hamas
menolak menerima keberadaan Israel sementara Fatah siap mendiskusikan solusi dua
bangsa untuk Konflik Israel dan Palestina.
[4] Yudaisme atau Agama Yahudi adalah
kepercayaan yang unik untuk orang/bangsa Yahudi (penduduk negara Israel
maupun orang Israel yang bermukim di luar negeri). Inti kepercayaan penganut
agama Yahudi adalah wujudnya Tuhan yang Maha Esa, pencipta dunia yang
menyelamatkan bangsa
Israel dari
penindasan di Mesir, menurunkan undang-undang Tuhan (Torah) kepada mereka dan memilih mereka sebagai cahaya kepada
manusia sedunia.
[5] Mandat
untuk Palestina (bahasa Ibrani:(פלשתינה (ארץ-ישראל}} Palestina
(Eretz Yisrael); bahasa Arab: فلسطين Filastin),
juga dikenal sebagai Mandat atas Palestina atau Mandat
Britania atas Palestina, adalah sebuah wilayah di Timur Tengah
dari 1920 hingga 1948, yang kini terdiri atas wilayah masa kini dari Yordania, Israel, dan wilayah-wilayah yang diperintah oleh Otoritas
Palestina, yang sebelumnya merupakan wilayah Kerajaan Ottoman,
yang dipercayakan oleh Liga
Bangsa-Bangsa kepada Britania Raya
untuk diadministrasikan pada masa setelah Perang Dunia I
sebagai sebuah Wilayah Mandat
setelah runtuhnya Kesultanan
Ottoman yang telah menguasai wilayah ini sejak abad ke-16.
Wilayah ini mulanya berbatasan dengan Laut Tengah di
sebelah baratnya, Mandat Perancis atas Lebanon, Mandat Perancis atas Suriah,
dan the Mandat Britania atas Mesopotamia di
sebelah utaranya, Kerajaan Arab Saudi di sebelah timur dan
selatan, dan Kerajaan
Mesir di barat dayanya.
[6] Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan
di mana parlemen memiliki peranan penting dalam
pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan
pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi
tidak percaya.
Berbeda dengan sistem
presidensiil, di
mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang
berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden
berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer
presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
[7] Yerusalem (bahasa Ibrani: ירושלים Yerushalayim, bahasa Arab: أورشليم القدس Urshalim-Al-Quds atau hanya القدس Al-Quds saja adalah kota di Timur Tengah
yang merupakan kota suci bagi agama Islam, Kristen
dan Yahudi.
Kota ini diklaim sebagai ibukota Israel, meskipun tidak diakui secara
internasional, maupun bagian dari Palestina.
Secara de facto kota ini dikuasai oleh Israel. Para elit Israel menganggap kota suci ini
adalah bagian dari negaranya dan itu adalah bentuk ideologi "Zionisme".
Dari semua negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, hanya Kosta Rika
dan El Salvador
saja yang menempatkan kedutaan mereka di Yerusalem. Lainnya di Tel Aviv,
karena menurut PBB, Yerusalem akan dijadikan Kota Internasional.[1]
Oleh orang-orang Palestina, Yerusalem juga dianggap sebagai ibu kota Palestina.
Kota historis Yerusalem adalah sebuah warisan
dunia yang dilindungi oleh UNESCO mulai tahun 1981. Kota ini memiliki penduduk
sebesar 724.000 jiwa dan luas 123 km2. Sepanjang sejarahnya,
Yerusalem telah dihancurkan dua kali, dikepung 23 kali, diserang 52 kali, dan
dikuasai/dikuasai ulang 44 kali.