Jumat, 07 September 2012

" MENGENAL SUKU BANGSA KIMYAL "

Suku Besar Kimyal adalah suku bangsa yang mendiami lembah Korupun, Duram, Dagi, Debula, Sesebne, Yemindomon, Kobokdua, Kemligin, Sela, Orisin, Megom, Haromon, Senayom, Yaldomon, Baluk, dan Kwelamdua. Sedangkan secara administratif dan territorial kewilayahan dalam jangkaun pelayanan publik terhadap suku bangsa ini, di bentuk empat Distrik oleh pemerintah Republik Indonesia kabupaten Yahukimo yakni; Distrik Sela, Korupun, Duram dan Distrik Kwelamdua. Seperti halnya dengan kelompok suku bangsa lainnya dimuka bumi, suku bangsa Kimyal dapat terikat oleh unsur-unsur kebudayaan mereka seperti tatanan pranata sosial atau sistem organisasi sosial (Orsos), nilai-nilai hidup, tatanan dan struktur bahasa, sistem religi, sistem pengetahuan, sistem mata pencarian hidup, ekspresi kesenian, sistem teknologi dan peralatan, pola-pola daur hidup dan tema-tema kehidupan yang lainnya. Selanjutnya akan dibahas unsur-unsur itu pada bagian-bagian berikutnya.
Secara harfiah, arti suku Kimyal dapat diberikan oleh Nona Elinor Young seorang misionaris muda yang datang didaerah Korupun pada tahun 1970-an. Dia melihat perbandingan posisi dan letak geografis antara komunitas masyarakat yang mendiami di wilayah ini dengan suku bangsa Yali di bagian barat (Daerah Soloikma, Lolat, Ninia, Holuwon dan lainnya), maka Nona Elinor menyebut istilah Kimyal yang berakar dari ejaan kata : "Kimban/Khemban" (logat Sela) “Kesengban” (logat Korupun) artinya ”Barat” dan "Yale" artinya "Timur". Dengan demikian, hanya diambil kata “Kim” dari Kimban atau Khemban dan "Yal" dari kata Yale. Kedua suku kata ini dapat digabung menjadi “Kim-Yal” atau Kimyal. Kebanyakan masyarakat lokal menyebut "Kemyal", dari Khemban-Yale (Barat-Timur). Tujuan dari pemberian nama dengan istilah Kimyal adalah bermaksud “orang-orang yang mendiami di tengah-tengah kawasan timur dan barat. Akan tetapi penulis sebagai pewaris negeri di suku bangsa ini, sangat tidak setuju dengan pemberian nama suku dengan istilah Kimyal, sebab hal ini diberikan nama secara tidak wajar dan dianggap asing sebelum nama ini terpopuler dan dikenal suku-suku tetangganya sendiri maupun oleh orang luar seperti sekarang ini. Suku yang kini disebut Kimyal dahulu adalah orang Mek oleh kalangan antropolog pada awal abad lalu (1900-an) untuk kawasan ini (Neipsan, Nalca, Kosarek, Emdomen, Puldama’ Kono, Dirwemna’ Eipomek, Korupun, Sela, Kwelamdua, Dagi, Debula, Langda, Bomela, Sumtamon dan Duram). sama halnya seperti orang Yali Selatan (Daerah Ninia, Holuwon, Soba, Lolat dan lain-lain) dan orang Yali Utara (Daerah Anggruk, Pronggoli, Apalapsili, Ubahak, Yahuli-Ambut dan lain-lain).
Hal ini dapat dibuktikan dengan struktur dan arsitek bangunan Ae/Ee (Honai), bahasa (Yobo/Yubu), pola penanaman dan pembuatan kebun (Wa/We), Metode dan prosesi Inisiasi terhadap anak-anak muda, Nyanyian tradisional (Mos/Ber {a}), keterampilan bersiul (Kos-kos ana’/Kol-kol ana’), sistem sesajian makanan, pola pengasuhan anak, sistem pertukaran hasil-hasil kebun, pesta babi yang di-iringi dengan nyanyian Mos dan masih banyak lagi. Kesatuan identitas dalam corak dan ciri khas budayanya, biasanya menjadi pembawa warna tersendiri di depan mata “si-penikmat” (orang diluar suku) unsur-unsur budaya yang bukan miliknya. Di waktu ia merasa terpikat dan tertarik dengan pola-pola yang lebih mencolok dalam kekhasan yang konkrit, maka pengakuan akan identitas dan kesatuan sosial akhirnya mengalir tersendiri sebab ditimbulkan oleh stimulan corak dan ke khasan budaya tadi.
Penduduk yang di masa kini di sebut "Suku Kimyal" pada masa dahulu sejak nenek moyangnya menyebutkan diri mereka sendiri dengan istilah "Yelenang" (Bukan YalI). Artinya orang-orang yang mendiami di ufuk timur bila di ukur dari terbitnya matahari. Hal ini dapat di patok pada orang-orang yang mendiami lembah Baliem (Dani), lembah Heluk (Yali-Ninia), lembah Sengsolo (Yali) dan suku bangsa lainnya di bagian barat dari lingkungan perkampungan mereka. (Penulis : Anthony Mirin) ###########NHABO######