Suku Besar Kimyal adalah suku bangsa
yang mendiami lembah Korupun, Duram, Dagi, Debula, Sesebne, Yemindomon,
Kobokdua, Kemligin, Sela, Orisin, Megom, Haromon, Senayom, Yaldomon,
Baluk, dan Kwelamdua. Sedangkan secara administratif dan territorial
kewilayahan dalam jangkaun pelayanan publik terhadap suku bangsa ini, di
bentuk empat Distrik oleh pemerintah Republik Indonesia kabupaten
Yahukimo yakni; Distrik Sela, Korupun, Duram dan Distrik Kwelamdua.
Seperti halnya dengan kelompok suku bangsa lainnya dimuka bumi, suku
bangsa Kimyal dapat terikat oleh unsur-unsur kebudayaan mereka seperti
tatanan pranata sosial atau sistem organisasi sosial (Orsos),
nilai-nilai hidup, tatanan dan struktur bahasa, sistem religi, sistem
pengetahuan, sistem mata pencarian hidup, ekspresi kesenian, sistem
teknologi dan peralatan, pola-pola daur hidup dan tema-tema kehidupan
yang lainnya. Selanjutnya akan dibahas unsur-unsur itu pada
bagian-bagian berikutnya.
Secara harfiah, arti suku Kimyal dapat diberikan oleh Nona Elinor
Young seorang misionaris muda yang datang didaerah Korupun pada tahun
1970-an. Dia melihat perbandingan posisi dan letak geografis antara
komunitas masyarakat yang mendiami di wilayah ini dengan suku bangsa
Yali di bagian barat (Daerah Soloikma, Lolat, Ninia, Holuwon dan
lainnya), maka Nona Elinor menyebut istilah Kimyal yang berakar dari
ejaan kata : "Kimban/Khemban" (logat Sela) “Kesengban” (logat Korupun)
artinya ”Barat” dan "Yale" artinya "Timur". Dengan demikian, hanya
diambil kata “Kim” dari Kimban atau Khemban dan "Yal" dari kata Yale.
Kedua suku kata ini dapat digabung menjadi “Kim-Yal” atau Kimyal.
Kebanyakan masyarakat lokal menyebut "Kemyal", dari Khemban-Yale
(Barat-Timur). Tujuan dari pemberian nama dengan istilah Kimyal adalah
bermaksud “orang-orang yang mendiami di tengah-tengah kawasan timur dan
barat. Akan tetapi penulis sebagai pewaris negeri di suku bangsa ini,
sangat tidak setuju dengan pemberian nama suku dengan istilah Kimyal,
sebab hal ini diberikan nama secara tidak wajar dan dianggap asing
sebelum nama ini terpopuler dan dikenal suku-suku tetangganya sendiri
maupun oleh orang luar seperti sekarang ini. Suku yang kini disebut
Kimyal dahulu adalah orang Mek oleh kalangan antropolog pada awal abad
lalu (1900-an) untuk kawasan ini (Neipsan, Nalca, Kosarek, Emdomen,
Puldama’ Kono, Dirwemna’ Eipomek, Korupun, Sela, Kwelamdua, Dagi,
Debula, Langda, Bomela, Sumtamon dan Duram). sama halnya seperti orang
Yali Selatan (Daerah Ninia, Holuwon, Soba, Lolat dan lain-lain) dan
orang Yali Utara (Daerah Anggruk, Pronggoli, Apalapsili, Ubahak,
Yahuli-Ambut dan lain-lain).
Hal ini dapat dibuktikan dengan struktur dan arsitek bangunan Ae/Ee
(Honai), bahasa (Yobo/Yubu), pola penanaman dan pembuatan kebun (Wa/We),
Metode dan prosesi Inisiasi terhadap anak-anak muda, Nyanyian
tradisional (Mos/Ber {a}), keterampilan bersiul (Kos-kos ana’/Kol-kol
ana’), sistem sesajian makanan, pola pengasuhan anak, sistem pertukaran
hasil-hasil kebun, pesta babi yang di-iringi dengan nyanyian Mos dan
masih banyak lagi. Kesatuan identitas dalam corak dan ciri khas
budayanya, biasanya menjadi pembawa warna tersendiri di depan mata
“si-penikmat” (orang diluar suku) unsur-unsur budaya yang bukan
miliknya. Di waktu ia merasa terpikat dan tertarik dengan pola-pola yang
lebih mencolok dalam kekhasan yang konkrit, maka pengakuan akan
identitas dan kesatuan sosial akhirnya mengalir tersendiri sebab
ditimbulkan oleh stimulan corak dan ke khasan budaya tadi.
Penduduk yang di masa kini di sebut "Suku Kimyal" pada masa dahulu
sejak nenek moyangnya menyebutkan diri mereka sendiri dengan istilah
"Yelenang" (Bukan YalI). Artinya orang-orang yang mendiami di ufuk timur
bila di ukur dari terbitnya matahari. Hal ini dapat di patok pada
orang-orang yang mendiami lembah Baliem (Dani), lembah Heluk
(Yali-Ninia), lembah Sengsolo (Yali) dan suku bangsa lainnya di bagian
barat dari lingkungan perkampungan mereka. (Penulis : Anthony Mirin) ###########NHABO######